Unparalled view of Prague Old Town Square
Terdiam sejenak melihat langit yang bermain dengan gradasi warna. Kota kecil yang begitu memesona mata saat matahari baru tiba di pagi hari dan mulai pergi di sore hari. Prague, kota yang menjadi begitu ramai karena menyamai kota Paris dalam hal kecantikannya. Kota ini menjadi overrated karena sering memerankan latar cerita cinta. Meski begitu, saya tak mengelak kota ini juga membuatku jatuh hati, pada keindahan fajar dan senja nya yang tak dapat dirangkai kata-kata.


Rabu pagi menjelang siang kemarin, saya menjemput teman juga sahabat saya sejak sekolah menengah pertama ini keluar rumah. Oh, berarti pertemanan kita sudah berumur lima belas tahun, jadi ketahuan deh umurnya, hehe. Kami bertolak langsung ke sebuah kafe kecil di Kemang Selatan. Dulu namanya Warung Kopi Sruput, tapi sejak tahun 2016 ini berganti nama menjadi Locarasa Gelato Coffee and Cookies. Duh kepanjangan ya, jadi saya singkat Locarasa saja. 

Brühl's Terrace

Perjalanan Berlin - Prague yang memakan waktu kira-kira lima jam dengan bus, membuat kami singgah beberapa jam di Dresden, kota tua di Jerman yang berbatasan langsung dengan Republik Ceko. Hanya sekadar singgah, sembari menunggu bus berikutnya yang berangkat ke Prague. Pemberhentian bus ada di Dresden Central Station, di mana kami juga menitipkan tas di luggage storageKami berjalan mengelilingi bangunan-bangunan dengan arsitektur baroque (antara abad 16-18) di bawah langit biru dan sedikit matahari terik.



Aktifitas biasa yang bukan jalan-jalan, seperti belanja ke pasar dan supermarket, nyari jajanan, menghabiskan waktu di rumah atau ngobrol dengan si host. Selama perjalanan keliling kota di Eropa, waktu yang paling banyak kami habiskan dengan aktifitas bukan jalan-jalan adalah di kota Berlin dan Reykjavik. Di Berlin, kami main ke Mauerpark ke tempat berkumpulnya warga lokal di akhir pekan, makan currywurst kesukaan warga lokal, menikmati musik jalanan dimana-mana, leyeh-leyeh di pinggir sungai Spree, dan membeli kacamata.

Berpindah-pindah. Inilah yang kami berdua lakukan selama dua tahun hidup bersama. Kami fokus mengejar cita-cita, dan mengesampingkan "itu" untuk sementara waktu. Meski dulu kamu sudah mempersiapkan itu, saya tahu, bahwa ada yang lebih penting dari itu. Maka, di manapun asal ada kamu, aku mau hidup dimana saja. Termasuk juga repotnya pindah kesana-kemari. Dan dua minggu lalu, adalah aku berdoa menjadi satu kali terakhir sebelum menetap ke tempat berteduh yang menjadi impian kita.