Menjejaki Canopy Trail di Cibodas

Jun 14, 2015

Goyang-goyang, tapi sempetin senyum.


Dari obrolan iseng di sebuah warung kopi tengah kota Jakarta, teman lama kami yang baru kembali dari perjalanan panjangnya ke timur mengusulkan sebuah trip murah meriah. Mungkin udah keabisan ongkos kali ya, hehehe.. Udah hampir dua bulan juga saya ga "keluar rumah". Saya pun mengajak teman lama kami, Bang Roy, untuk mencarikan temannya yang bisa jadi driver. (Tips: salah satu cara mengirit trip jalan-jalan adalah menggunakan kendaraan pribadi, dan patungan bensin)

Dua minggu kemudian (13/06), di Sabtu pagi yang cerah, kami berenam, saya, Brew, Chintya, Nisa, Roy dan Franky bertemu sapa di bawah pohon rindang di Taman Topi, Bogor. Kondisi sebenarnya, saya dan Brew telat sejam setelah janji kumpul jam tujuh pagi di Stasiun Bogor. Jadilah kami dihujani kecemasan karena siapa sih yang tidak tahu kalau jalur Puncak di akhir pekan menggunakan sistem buka tutup, jadi mau ngga mau kami bakal ngalamin namanya macet tanpa gerak! Betul sekali, baru sampai di pertigaan Ciawi, macet berkepanjangan, sejam lebih kami terjebak di sana. Setelah berhasil melewati pertigaan yang super seperti neraka itu, jalanan yang kami lalui semakin mulus (waktunya sistem buka untuk jalur yang menuju puncak). Sialnya diantara kita berenam ngga ada yang tahu jalan! Mau berbekal GPS, ada yang trauma sampai kesasar. Akhirnya kami pun berbekal plang hijau petunjuk jalan dan blog Ejie.

Emm.. Canopy Trial?

Kami sampai di Taman Wisata Cibodas sekitar setengah dua belas siang. Soto ayam depan kantor TNGGP (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango) memuaskan rasa lapar yang melanda. Setelah itu, dari info petugas di kantor TNGGP, kami diberi tahu kalau ingin Canopy Trail bisa langsung menuju pos atas, jadi tidak perlu masuk ke taman wisata Cibodas. Tempatnya sama dengan pada saat kita pengecekan logistik untuk mendaki gunung GGP. 

Kami mendaftar lalu untuk Canopy Trail kami diharuskan ditemani oleh guide. Kalau menurut website resmi TNGGP, jadwal trek ke Canopy Trail adalah setiap dua jam, pukul 9 pagi, lalu pukul 11, 13 dan 15. Namun pada kenyataannya, kami bisa menuju kesana kapan saja. Lalu juga soal biaya tiket masuk, di website dan kondisi lapangan pun berbeda. Para petugas TNGGP memberi tahu kami bahwa mereka belum meng-update konten website, sejak 1 April 2015 biaya tiket masuk sudah berubah. Awal mulanya total 31 ribu rupiah dengan perincian 25 ribu tiket Canopy Trail, 5 ribu tiket masuk dan seribu tiket asuransi. Sekarang untuk tiket Canopy Trail saja kami dikenai 40 ribu per orang dan untuk guide sebesar 50 ribu rupiah per group. "Waduh, tau gitu mending kita ke The Jungle!"

We were here.

Setelah briefing sebentar (yaelah udah kayak mau naik gunung aja) kami sepakat untuk melakukan penawaran harga tiket. Waduh kalau soal ini ngga bisa saya ceritakan di blog, karena akan mengancam nama baik salah seorang di antara kami yang memang jago nawar apa aja. Hahaha.. Lalu perjalanan trekking dimulai dengan penuh semangat dan eng ing eng ...  Ternyata lokasi jembatan gantungnya cuma lima menit jauhnya, meskipun jalannya agak menanjak, ternyata cuma setarikan nafas dan ngga bikin ngos-ngosan. Kami pun melepas tawa. Kalau kayak begini mah ngapain harus pake guide. Jalan yang dilewati tepat di belakang pos, melewati jalan samping. Setelah ketemu pertigaan lalu ambil kanan. Ketemu perempatan, ambil lurus. Mungkin alasan kenapa pakai guide karena kita bisa saja nyasar karena jujur saja, ngga ada sama sekali plang petunjuk arah jika kita bertemu dengan persimpangan jalan. 



Wisata canopy trail yang sedang kekinian

Panjang jembatan 130 meter, dengan ketinggian 45 meter dari bawah. Jembatan Ciwalen (saya menyebutnya karena merupakan jalan pintas menuju air terjun Ciwalen) ini disopang oleh dua pohon besar di masing-masing ujungnya. Selain itu tidak banyak informasi yang kami peroleh tentang Canopy Trail ini, dari guide kami, Bang Ramdan pun tidak banyak menjelaskan. Ketika saya bertanya pun, jawabannya sangat tidak meyakinkan. Lucunya, ketika saya bertanya ke guide grup yang lain, jawabannya sama. Malah saya ditanya balik ketika bertanya, "Kenapa namanya canopy bang, kenapa ga jembatan aja gitu?" Di lokasi Canopy Trail pun, pos nya kosong dan di kunci. Tidak ada petugas yang berjaga-jaga jika saja terjadi kelalaian para pengunjung. Mungkin itu tujuan lain adanya guide sehingga kita tidak bisa sembarangan melewati jembatan lebih dari 5 orang (total berat 300 Kg).

Jauh-jauh kesini, ngga boleh keabisan gaya

Setelah puas banget nikmatin ni jembatan, kami diajak Bang Ramdan ke Curug Ciwalen. Dari pernah baca-baca di Google sih, katanya kalau mandi di curug itu kita bisa awet muda. Berhubung kami masih muda-muda jadi kayaknya air terjun ini dikhususkan buat aki-aki kali yah. Hahaha.. Kami pun ngga berlama-lama di sana lalu kembali lagi ke Canopy Trail buat foto-foto. Jujur ya, saya takut sekali ketinggian. Tapi setelah sekali melewati jembatan ini, ketakutan saya berkurang. Kaki yang gemetaran pun sudah agak tenang. Begini katanya mau paralayang! 


Curug Ciwalen

Dari Cibodas kami berencana mampir ke Cimory Riverside, namun beruntungnya jalur baru saja dibuka. Jadi kami mengurungkan niat kenapa dari pada harus terjebak macet lagi. Sampai di Bogor, kami mampir ke jalan Bangbarung yang katanya pusat Kuliner di Bogor. Menikmati Sop Buah Pak Ewo tepat di samping Rumah Kopi Ranin. Mengabiskan malam minggu dengan pacar dan teman-teman yang menyenangkan.

Mungkin kalau dipikir-pikir, dateng jauh-jauh cuma demi ngelewatin jembatan yang panjangnya tidak lebih dari 130 meter. Trekking cuma 5 menit. Air terjun yang tidak jauh dari jembatan juga ngga keren-keren amat. Biaya ongkos masuk yang terbilang mahal pasti juga membuat orang malas kesana. Tetapi yang namanya perjalanan, destinasi bagi kami bukanlah tujuan utama. Justru kebersamaan dan keceriaan dalam perjalanan menuju kesana itu lah yang sebenarnya. Atau seperti pepatah Chintya bilang, "Gue itu jalan-jalan buat tidur di jalan. Jadi kalau gue tidur ya gue nikmatinnya disitu." 

Berasa lagi trekking ke tengah hutan di Jepang. Anggap saja begitu.

9 comments

  1. Sayang pake guide.. asli kalau ke tempat ginian mending jalan sendiri tanpa guide, kalo kesasar malah lebih nikmat karena siap2 kemaleman kalo perlu harus nginep... btw air terjunnya gak banget ya hahaha.. kesian 40rebu-nya ya hihihihi

    ReplyDelete
  2. harus pakai guide karena di area tersebut ada kawasan konservasi burung juga untuk menjaga kelestarian ekosistem, dan menjaga jangan sampai terjadi sesuatu di canopy. Orang Indonesia kan cenderung nggak patuh. Dibilang maksimal 5 orang bisa aja maksa lebih. Air terjun memang tidak megah.. Tapi tetap indah dengan karakteristiknya sendiri. Justru karena sepi jadi terasa lebih damai dan tenang. Kalau jalan sendiri dan nanti terjadi sesuatu yang tidak diharapkan akan ngerepotin orang lain toh?

    hhmmm.. negative people...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siap mba Desi! Memang guide diperlukan, dari guide Saya dapat sedikit info ttg canopy trail. Karena tiap Saya tanya dia ga bisa jawab. Saya juga dapat asap rokok yang dia hembuskan selama trekking. Oya tiap orang punya caranya sendiri menikmati alam. Bukan dengan menjudge seseorang itu negative. Makasih sarannya lho Mbak, happy traveling!!

      Delete
  3. Mending langsung k cibeureumnya teh... vb iew selama perjalan lbh bagus.. seru jg.

    ReplyDelete
  4. Mending lgsung k air terjun cibeureum kang.. view na lbh bagus...

    ReplyDelete
  5. Pengalaman kesana pakai guide enak kok, jadinya aman dan banyak info yangnkita dapatin sepanjangnperjalanan tanpa diminta, mungkin bukan guide beneran kali

    ReplyDelete