Jangan dikira cinta datang dari keakraban yang lama dan karena pendekatan yang tekun
Cinta adalah kecocokan jiwa dan jika itu tidak pernah ada,
cinta tak akan pernah tercipta dalam hitungan tahun bahkan abad
Semakin aku berlagak tahu apa itu cinta,
maka aku semakin tahu bahwa sebenarnya aku tidak tahu apa-apa
Apa yang dulu kuanggap cinta, ternyata bukanlah cinta
Waktu akan menguji dan mengasah kekuatan cinta
Waktu... itulah yang aku takutkan
Cinta bisa memakai wujud berupa perpisahan
Cinta bisa memakai wujud berupa air mata
Dan semua wujud itu dikuasai dan terpenjara dalam waktu

Berbicara tentang cinta memang membuai setiap generasi
Tulisan-tulisan tentang cinta tidak akan pernah tutup usia selama bumi ini masih ada
Tetapi tetap saja, cinta tidak bisa diselami hanya dengan kata-kata,
karena cinta itu rentan terhadap erosi waktu..
Tetapi ketika cinta disandarkan pada yang memerintah dan mengendalikan gerakan waktu itu,
maka cinta itu akan kokoh.
Itulah cinta yang sejati

Cinta sejati harus berawal dari kepenuhan akan Cinta Sejati Sang Pencipta Waktu
Karena tanpa itu, cinta akan terkungkung oleh batas ideologi, agama, ras, dan geografis
Cinta sejati tidak mengenal jarak ruang dan waktu

Cinta tidak perlu kata-kata
Memandang cakrawala biru dalam sunyi,
dua hati berbicara dalam kata yang tak terucapkan
Genggaman tangan dalam kebisuan menumbuhkan berjuta harapan
Uluran kasih yang tulus menggetarkan kehidupan
Cinta bukanlah sekedar janji
Cinta adalah memberikan yang terbaik demi yang dicintai
Memberi bukan karena menerima,
tetapi memberi karena mencintai ia yang dicinta

Cinta adalah kecocokan jiwa
Setidaknya itulah yang aku yakini saat ini
Cinta yang hanya mengandalkan eloknya fisik akan gagal diterjang waktu
Cinta yang bersandar pada ego dan hasrat,
akan berakhir tanpa ampun
Cinta datang bukan dari keakraban yang lama atau
pendekatan yang tekun melainkan cinta adalah
kecocokan jiwa, yang harus diuji dan berjalan
selaras dengan kehendak Sang Pencipta Waktu...

~ Kahlil Gibran


It's in your eyes
And it's in your smile
It's the way you kiss
It's never been like this before
It's the way you laugh.
And all the times we had
It's the way you touch
I've never loved so much before
The phone calls I never want to end
It's like I'm falling in love over and again
Your everything that my life's been missing
And now I can't believe that this is happening to me
Through the good and bad the happy
And the sad you wont be away from home
You'll never be alone, from LA to Rome
Now with this ring I promise that I'll be
Faithful and true devoted to you through it all
And I'll gladly be your one and everything
Right by your side, shoulder when you cry if you fall
And I love you more with everyday that ends
It's like I'm falling in love over and again
I couldn't dream of better life
Without you right there by my side

-
Chester See - From LA to Rome

If only, he'll sing this song at our wedding, or when he propose me to marry him

Someday ...
From your heart to my heart

Kata ibu, "Allah punya rencana yang kamu gak tau.. Jalan yang lebih baik dari yang kamu inginkan"
Kata uchank, "God always give it best to you, so cheer on my little girl"
Kata ryan, "Cari sudut pandang baru,  kan bisa jadi asik juga."
Kata budhi, "Bukan ke tempat baru mana yang akan kita kunjungi, tapi bagaimana kita menemukan hal-hal yang baru dari sesuatu yang kita anggap biasa di tempat-tempat yang sering kita kunjungi",
Kata ucing, "Masih banyak kan tempat-tempat di sana yang belum pernah lu kunjungi?"
Kata temen-temen yang lain, "Lu harus bersyukur udah bisa bikin orang-orang yang gak lolos ACI jadi mupeng",


Kata hatiku, "Ken, inget prinsip kamu. Buat kamu ga masalah kan dimana tempatnya, yang penting petualangannya" -It's not about the destination, it's about the journey.


Pada awalnya saya memang kecewa saat semalam melihat pembagian rute petualang ACI 2011, saya dikirim ke wilayah Jawa II : Jawa Tengah dan DIY. Bukan karena Jawa Tengah adalah tanah kelahiran saya, bukan karena saya bosan keliling pulau Jawa, tapi lebih karena saya ingin naik pesawat! Hehehe...itu faktor kesekian sih yang bikin saya kecewa karena saya memang belum pernah sekalipun naik pesawat :p. Di tahun 2011 ini saya road trip pulau Jawa, sudah beberapa kali ke Jogja, sebulan yang lalu pun saya sempat main ke Jogja bersama keluarga, tidak berapa lama juga saya putar-putar Semarang bersama teman saya dan wisata kuliner ke Kudus, seminggu yang lalu saya solo traveling ke Jepara, dan tiap tahun saya mudik ke daerah Semarang-Demak-Kudus, ohh apalagi faktor yang membuat saya cemberut gara-gara pembagian rute ini hingga membuat saya tak bisa tidur sampai jam 3 pagi. Tapi muka masam ini berubah jadi muka senyum mesam-mesem ketika teringat saat wawancara,

Niken : "Kemana aja boyee.."
Mas yang wawancara : "Kalo ke Sunda Kelapa gimana?"
Niken : "Yah mas, saya kan tinggal di Jakarta. Sunda kelapa mah tempat saya maen layangan. Hehehe"
Mas yang wawancara : "Mbak, pernah caving ya. Kalo mbak nanti kami tawarkan caving mau gak? tapi di pulau Jawa, karena gua rata-rata adanya di pulau Jawa."
Niken : "Ya mau lah, dimana aja sih buat saya asik. Tapi jangan caving vertikal ya mas, belum pernah soale. "
Mas yang wawancara : "Yah kalo harus vertikal gimana?"
Niken : "Gapapa deh, yang penting ada masternya. Hehehe."

Iseng pun, saya membuka peta Jawa Tengah dan DIY. Ya! masih banyak tempat yang belum saya kunjungi sebenarnya. Saya pun teringat, kata-kata saya yang belum lama ini terlontar ke teman saya di Solo "Gw mau solo traveling ke Solo, pengen banget nyobain bus tingkatnya. Hehe! ". Sesi curhat pun berlangsung, teman-teman di YM jadi sasaran empuk. Ledekan dan hinaan pada awalnya makin menghujam jantung saya, tetapi saran serta nasihat pun terlontar pula dari mereka terutama teman-teman yang sudah daftar tapi ga lolos ACI. Membaca postingan dari teman-teman petualang ACI 2011, bagaimana semangatnya mereka, sampai-sampai sudah mengajak kumpul bareng. Uchank pun ikut menyemangati karena selama 6 tahun ini kita baru ketemu sekali, jadi pasti kita bisa bertemu lagi. Ibu pun tetap berjanji akan membelikan "kotak hitam" impian dari beratus-ratus tahun lalu yang tak pernah terbeli, sambil memberikan senyum semangatnya dan meyakinkan bahwa Tuhan punya rencana indah buatku. 

Dan aku, meyakini kata hatiku.

Belajar menerima dan mensyukuri, kedua hal itulah yang saat ini sedang saya terapkan. Dan sedikit demi sedikit semakin terasa semakin membuat saya bahagia. Ibu bilang, menerima dan mensyukuri adalah ikhlas. Dengan ikhlas, hati akan merasa lapang. Apapun yang kamu dapatkan semua pasti ada hikmah dibaliknya, ada tujuan yang Allah maksud untuk kamu.

Terima kasih ACIdetikcom!
Belum saja dimulai, tapi saya sudah menerima banyak pelajaran. Semoga petualangan nanti memberikan banyak goresan makna dalam kehidupanku. Membuat orang lain jadi tergugah untuk semakin mencintai Indonesia. 

Setelah masuk angin karena terlalu lama berada di tengah laut, akhirnya saya kembali ke penginapan pukul 1 pagi. Dan baru bisa memejamkan mata 2 jam setelahnya. Setengah 6 pagi saya terbangun dan mengajak beberapa teman yang sudah bangun untuk melihat matahari terbit karena lokasi penginapan kami yang terletak di sebelah timur pulau Karimun. 

Mentari terbit tidak secantik seperti saat muncul seutuhnya karena tertutup mendung. Berdoa dalam hati agar hari itu cerah, dan doa itu pun terkabul :) Setelah sarapan pagi kami berangkat menuju pelabuhan dengan dijemput sebuah mobil karena lokasi penginapan kami yang jauh dari pelabuhan. Pukul setengah 9 dua perahu motor berangkat dari pelabuhan menuju kepulauan timur melalui jalur barat karena ombak sedang besar di daerah bagian timur. Perahu kami yang bersisi para backpacker berbeda sekali dengan perahu satunya berisi rombongan guru-guru gaul asal China. Rupanya mereka tidak mau satu kapal dengan kami, alhasil karena rombongan kami lebih banyak maka perahu yang kami tumpangi ukurannya lebih besar. Hampir satu jam perjalanan kami untuk sampai di pulau Tengah.

Wisata bahari dimulai dengan snorkeling. Inilah untuk pertama kali ya saya dibuat takjub dengan alam bawah laut Indonesia. Sebelumnya, setiap kali ke pantai atau ke pulau saya tak pernah sekalipun berenang atau snorkeling karena phobia air, hehe. Terakhir berenang saja saat kelas 1 smp, 9 tahun yang lalu. Maka saat saya ke Gili Trawangan, Lombok pun saya  hanya menyelam sebentar lalu do-nothing di pantai, bersandar di pasir, melihat ke arah laut, dan tidur. Dan di lokasi dekat pulau Tengah ini lah saya baru menyadari betapa indah dan mempesonanya alam baawah laut Indonesia. Sejak saat itu pun phobia air saya hilang dan saya bertekad belajar berenang ^^.

Sangat disayangkan, kamera saya tidak dilengkapi case waterproof untuk underwater. Gambar ini saya ambil dari dokumentasi travel agent. 



Credit by waluyo
Indah sekali pemandangan alam bawah lautnya sampai saya tidak ingin mentas. Tapi karena rasa lapar akhirnya saya berhenti snorkeling kemudian kami bermain di pulau Tengah dan makan siang bersama. Pulau  yang memiliki pasir putih ini dapat saya kelilingi dalam waktu setengah jam sambil foto-foto. Sepertinya tidak asik kalo saya memutarinya sendirian, akhirnya saya mengajak Aldi, seorang investigator dari Jepara yang sedang 'bertugas' di Karimun. 

 

Pulau Tengah
Teman yang saya ajak menyusuri pulau Tengah ini adalah seorang pekerja meubel di Jepara yang ingin mengubah profesinya menjadi seorang tour guide. Untuk itulah ia akan tinggal di pulau Karimun selama sebulan sekaligus belajar menjadi tour guide, aah betapa irinya saya. Bersamanya saya berbagi cerita mengenai cita-cita kita yang sama-sama ingin mengenalkan kepada dunia tentang alam Indonesia. 

Obrolan itu pun akhirnya berhenti saat kami akan melanjutkan snokeling di pulau Kecil. Di pulau ini terumbu karangnya terlihat lebih banyak karena memang dibudidayakan di sana. Kami dilarang untuk menginjak terumbu karang, jadi bagi yang tidak lihai berenang kami diharuskan menggunakan life jacket agar tetap mengapung. Di pulau ini saya melihat clown fish dan anemon lautnya. Akhirnya saya melihat langsung ikan badut ini dengan mata telanjang :p

Pulau Kecil yang tak berpenghuni
Ada kejadian yang masih teringat, saat saya melihat sebuah terumbu karang yang menyerupai bunga jatuh karena di injak oleh tiga orang teman satu rombongan saya. Pada awalnya terumbu itu hanya dipijaki oleh 2 orang teman saya dan masih kuat, tapi ketika seorang teman lagi yang ukuran tubuhnya memang besar berpijak di terumbu itu, akhirnya terumbu itu tidak kuat, dan saya melihat dengan mata kepala saya sendiri saat terumbu itu jatuh. Sedih sekali, tapi saat itu kita hanya terbahak-bahak menertawakan kejadian 'bodoh' yang sebenarnya justru merusak alam. Mau melapor takut kena sanksi, dan akhirnya sampai sekarang kejadian itu hanya kita berempat yang tahu sampai saya mempostingnya lewat blog ini. Pelajaran untuk siapapun yang akan menyelam ke dalam laut, jangan sekalipun menginjak terumbu karang yang masih kecil, jika memang terpaksa carilah terumbu karang yang besar dan kelihatan kuat.

Saat hampir senja kami menuju pulau Gosong, pulau yang hanya terdiri dari gundukan pasir saja. Saya ingin sekali mengambil foto landscape di pulau ini, tapi karena terlalu banyak orang, banyak sekali bekas-bekas pijakan yang membuat malas untuk memfoto, hehe..

Pulau Gosong
Matahari pun ingin bersembunyi, kami kembali ke pulau Karimun. Terima kasih matahari karena telah memberikan sinarnya yang cerah sehingga kami bisa menikmati alam bawah laut dengan bebasnya. Malam itu pun senyum tetap merekah dari wajahku, dan aku tidur pulas meski sakit karena masuk angin dan suara dari pita suaraku hilang karena radang. Besok pasti saya akan dikejutkan lagi dengan alam bawah lautnya..

Matahari terbenam di balik pulau Karimun
Bersambung ...

Photobucket
Pertama kali saya tersadar betapa indah alam bawah laut Indonesia. Saya menyesal kenapa tidak dari dulu belajar berenang, dan tentu saja penyesalan itu semakin menjadi ketika beberapa bulan yang lalu saya ke Gili Trawangan tanpa melakukan snorkeling. 

Indonesia, negara berkepulauan terbanyak di dunia. Saya bangga menjadi anak Indonesia, yang pastinya memiliki banyak kesempatan untuk menikmati setiap sisi indah laut. Dan kesempatan itupun saya dapatkan ketika mengunjungi Kepulauan Karimun Jawa, Jepara. Berawal dari rasa gelisah karena cinta dan hampir 4 bulan tidak melakukan traveling saya berangkat sendiri dari Semarang ke Jepara. Tidak banyak persiapan karena dadakan, akhirnya saya putuskan untuk ikut travel agent ke Karimun Jawa dengan tipe Backpacker yang paling murah, hehe. 

Tiba di dermaga Kartini pukul setengah 6 pagi dengan diantar oleh ibu, om, adik, dan sepupu *lengkap satu rombongan. Ibu begitu ingin mengantar kepergianku menuju rombongan dari travel agent yang berkumpul di tiang bendera di lapangan dermaga Kartini, aah betapa malunya saya yang sudah sebesar ini masih saja diantar. Dengan dibekali salam cium dan peluk dari ibu, saya berangkat meninggalkan mereka. Saya bertemu dengan mbak Waty yang mengatur keberangkatan rombongan ke pulau Karimun. Saya diberi tiket yang di atas nya tertulis Rp 28.500 untuk masuk kapal KM Muria kelas ekonomi. Beruntung sekali saya dapat kursi, karena ternyata banyak sekali penumpang yang tidak kebagian tempat jadi terpaksa mereka harus duduk di dek atas kapal. Tidak terbayang terkena sengatan matahari langsung selama 6-7 jam. 


Sampai di pelabuhan pulau Karimun pukul 13.40, saya tetap sendiri tanpa bergabung dengan  satu rombongan travel agent. Di pelabuhan ini kami baru bergabung setelah hampir satu jam kami saling menunggu di aula dekat pelabuhan. Kami langsung diantar ke penginapan. Penginapan yang saya tempati adalah sebuah rumah milik sepasang kakek nenek di daerah timur Karimun yang lumayan jauh dari pusat keramaian. Awalnya saya sempat merasa kecewa, karena dari paket yang saya pilih, di belakang penginapan ada pantai pribadi. Tapi saya tidak melihat sedikitpun aura pantai, tidak ada suara ombak dan tidak ada angin laut. Yang terlihat justru kebun seperti di kampung tempat tinggal saya di Ciganjur, ada pohon jambu, mangga, kandang ayam, dan kebun belakang rumah yang rindang karena banyak sekali pohon. Tetapi kemudian si empunya rumah menjelaskan bahwa memang ada pantai pribadi di belakang rumah, kita diharuskan jalan kaki melewati kebun lalu sampai di Villa milik orang Perancis. Disitulah pantai pribadi yang dimaksud. Karena si kakek adalah pengurus villa tersebut jadi kita diperbolehkan maen di pantai itu. Seperti inilah view yang saya dapat di pantai belakang penginapan. 








Setelah matahari tenggelam, saya kembali ke penginapan. Karena sudah sakit sebelum berangkat, saya langsung istirahat di kamar yang saya tempati bertiga dengan backpacker asal Surabaya. Saya baru terbangun pukul 10 malam setelah saya ditinggal oleh satu rombongan yang pergi jalan-jalan ke alun-alun. Saya makan malam nasi bungkus yang dibawakan oleh mbak Ika. Sepertinya mereka sudah seperti keluarga saya sendiri sampai mengingatkan saya untuk makan, padahal baru bertemu pagi tadi. Hasil obrolan dengan backpacker asal Bandung, tengah malam pukul 11 saya bersama mereka dan Aldi menuju pantai di belakang rumah. Untuk apalagi kalau bukan untuk melihat bintang jatuh. Hehee, sepertinya ini sudah jadi ritual wajib kalo ke pantai. Dan memang, setelah 2 jam berbaring bersandar di dermaga depan vila menatap langsung ke langit, saya melihat beberapa bintang jatuh satu persatu..


Bersambung ...

Saat lelah meng-coding, yang saya lakukan adalah berhenti sejenak dan mendengarkan lagu. Menikmati setiap alunan dari suara gitar, piano, perkusi dan alat musik lainnya yang bisa menenangkan jiwa sambil melayangkan pikiran entah ke mana. Atau pada saat di perjalanan ketika sedang di dalam angkot, elf, bus atau metromini di mana saya sendiri tanpa teman berbincang, maka pikiran saya akan melayang jauh. Melamun, itu lah yang saya lakukan ketika sedang menganggur dan memang tak ingin melakukan apa-apa. Lamunan yang paling membuat saya tertarik dan ingin terus tenggelam jauh ke dalamnya adalah lamunan tentang masa depan. Sedang apa saya 10 tahun nanti, bersama dengan siapa, di mana, apa profesi saya, dan tentunya sebahagia apa saya nanti.

The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams.  
Eleanor Roosevelt

Sesuai dengan jurusan yang saya ambil, saya ingin menjadi seorang programmer handal yang dapat menghasilkan produk-produk IT yang berguna bagi orang banyak. Dan 10 tahun kemudian saya dapat menikmati jerih payah saya di masa muda. Terkadang pikiran itu jauh lebih tidak masuk akal, saya menjadi seorang entertainer yang bekerja di sebuah perusahaan televisi swasta sebagai pembawa acara perjalanan seperti Jejak Petualang. Atau menjadi seorang editor majalah travel. Atau seperti yang ayah saya inginkan, menjadi seorang enterpreneur. Dengan modal yang beliau berikan, saya bisa membuka sebuah cafe di Bandung atau membuka butik berdua dengan teman saya. 

Dan sore tadi ketika selama hampir satu jam berada di metromini jurusan Tebet-Ragunan, pikiran saya melayang semakin tak keruan. Setelah lulus kuliah, saya bekerja di sebuah perusahaan swasta di Belanda selama dua tahun. Dengan modal yang saya miliki setelah bekerja di luar negri, saya membuka usaha restaurant dan melakukan traveling keliling Indonesia bersama dengan seorang teman yang bekerja satu kantor dengan saya di Belanda. Entahlah dia menjadi jodoh saya atau bukan, yang pasti di setiap perjalanan yang kami lakukan kami sangat menikmatinya. Menyelam di Wakatobi, menikmati boat cruising di Raja Ampat, atau bermain bersama jellyfish di Kakaban. 

Bekerja menjadi seorang guru adalah cita-cita saya sejak SMP, ketika pertama kalinya saya mencintai pelajaran Fisika. Dan menjadi seorang pengajar adalah profesi yang saya inginkan setelah menikah dan memiliki banyak anak. Saya urung untuk melanjutkan sekolah lagi, yang artinya saya tak mungkin bisa menjadi seorang dosen. Jujur saya lebih menikmati belajar di "sekolah alam", belajar langsung dengan masyarakat, belajar langsung dari setiap melakukan perjalanan dari pada harus belajar di sekolah atau di universitas. Mungkin ini pikiran dangkal yang dapat saja berubah kapan pun. Pikiran-pikiran dangkal yang muncul ketika lamunan-lamunan saya bermain dengan bebasnya.

Masih banyak lagi hal-hal gila yang terlintas di kepala saya ketika saya melamun, dan pikiran tentang masa depan saya yang paling kuat adalah ketika usia saya mencapai kepala tiga, saya sudah menjelajahi seluruh dunia. Itulah impian yang benar-benar ingin saya wujudkan. 

Saya tiba di Jepara dini hari subuh setelah menjelajahi Kepulauan Karimun Jawa selama 4 hari. Saya menulis tentang perjalanan solo traveling saya ini lebih dahulu karena perjalanan ini masih begitu terngiang di pikiran saya karena baru kemarin sore saya mengucapkan selamat tinggal pada bumi kartini Indonesia, Jepara. Saya melakukan solo traveling di kota ini pada awalnya untuk mengisi waktu kekosongan menunggu keberangkatan bus yang akan saya tumpangi ke Jakarta. Selain itu karena kota ini idak terlalu besar, maka untuk pertama kalinya saya berani melakukan perjalanan sendiri tanpa ditemani siapapun. 

Setelah hampir 7 jam terombang-ambing di KM Muria dan terkena hembusan angin dingin sejak malam hari, saya tiba di pelabuhan Kartini pukul setengah 5 pagi. Melalui gerbang di dekat warung yang memiliki sedikit celah untuk dilalui, saya masuk ke pantai kartini untuk mencari masjid. Melalui celah gerbang ini saya tidak perlu membayar retribusi masuk ke pantai sebesar 7 ribu rupiah berkat informasi dari seorang nelayan di Karimun, hehe.

Matahari mulai muncul, saya berjalan kaki di sepanjang pantai Kartini. Saya duduk di ujung dermaga perahu sapta pesona yang menyebrangkan turis ke Pulau Panjang. Sambil makan roti yang saya beli di depan masjid, saya melihat ke air laut. Muncul segerombolan ikan, lalu saya lempar sepotong roti untuk mengumpulkan para ikan itu seperti yang pernah saya lakukan ketika snorkeling. Tapi segerombolan ikan itu malah ngeloyor hilang ke dalam laut. Sepertinya perilaku ikan di pinggir pantai yang ramai beda ya dengan ikan-ikan di tengah laut yang sepi. hehe.. Pantai Kartini kelihatan sangat kotor dengan sampah dan banyak sekali berjejalan warung-warung tenda yang menjual makanan. Kata penduduk sekitar, warung-warung non-permanen ini hanya ada pada saat habis lebaran sampai lebaran ketupat, yaitu seminggu setelah hari raya Idul Fitri. Nanti setelah perayaan lebaran ketupat, warung-warung ini akan bubar dan pantai Kartini akan kembali bersih seperti sebelumnya.



Saya melanjutkan mencari sarapan karena sebungkus roti tidak cukup memenuhi perut saya hehe. Saya menikmati semangkuk mie ayam bakso yang dijual persis di sebelah Kura-kura Ocean Park. Saya sedikit geli dengan pemandangan penyu besar yang dinamakan Kura-kura Ocean Park, jelas-jelas itu patung penyu kenapa namanya kura-kura..haha!


Kura-kura (*Penyu) Ocean Park

Kemudian saya melanjutkan perjalanan ke pulau Panjang yang letaknya hanya 15 menit dari pantai Kartini. Untuk menuju pulau Panjang, kita harus membeli tiket seharga 12 ribu rupiah. Lagi-lagi saya adalah pembeli pertama selain di warung mie ayam bakso tadi. Karena masih pagi, belum banyak pengunjung yang datang jadi saya diharuskan menunggu hingga perahu penuh dengan penumpang. Saya menunggu hampir satu jam. Hal ini saya manfaatkan dengan berbincang-bincang dengan bapak-bapak abk pengantar turis ke pulau Panjang. Di tengah obrolan, seorang bapak asal Sulawesi sempat menakut-nakuti saya dengan kejadian penemuan mayat seorang wanita. Kalau saya takut untuk melakukan perjalanan, saya gak akan bisa kemana-mana pak, hehe.. seperti kata pepatah "Worrying gets you nowhere". Saya pun kemudian diberi kesempatan untuk menjadi announcer dengan mengajak para pengujung untuk membeli tiket ke pulau Panjang. Untung suara saya sudah kembali seperti semula setelah hilang waktu di Karimun, hehe.

Perahu ke pulau Panjang

Jadi announcer

Pulau Panjang dengan pasirnya yang putih, untuk masuk ke pulau ini ternyata kita dimintai lagi retribusi yaitu sebesar 5 ribu rupiah. Hmm tapi dengan kondisi pantai yang penuh dengan sampah membuat saya membayar dengan terpaksa. Di pulau Panjang terdapat sebuah makam dan sebuah mercusuar. Ada beberapa orang yang sengaja melakukan ziarah ke makam ini. Terdapat jalan setapak di sepanjang pulau. Kita dapat memutari pulau ini dalam waktu setengah jam. Tapi saya urung, mengingat kondisi tubuh saya yang mulai melemah gara-gara duduk semalaman di dek atas KM Muria.


Pantai Pulau Panjang

Jalan setapak di pulau Panjang

Setelah mencapai makam, saya beristirahat sembari mengobrol dengan seorang pengunjung yang membawa keluarganya ke sana. Setelah hampir satu setengah jam, saya melanjutkan perjalanan ke lokasi mercusuar.   Namun, semakin jauh saya berjalan kaki, ternyata semakin sepi dan tak ada orang lain selain saya. Karena rasa lelah dan sedikit takut karena sekeliling jalan adalah hutan, akhirnya saya berhenti dan kembali ke dermaga untuk kembali ke pantai Kartini. Dari pantai Kartini, dengan menyewa becak 10 ribu rupiah saya diantar ke terminal Jepara untuk membeli tiket kembali ke Jakarta. Di perjalanan si bapak tukang becak menawarkan saya untuk mengitari Jepara selama sejam. Selain ke terminal, saya diajak jalan-jalan ke Pasar Jepara 1, memutar-mutar daerah Pengkol mencari ATM, ke alun-alun dan terakhir ke Museum Kartini. Berikut foto yang saya ambil dari becak.



Suasana rindang kota Jepara

Untuk masuk Museum Kartini, saya membeli tiket sebesar 3 ribu rupiah. Di dalam museum ini berisi sejarah tentang Kartini dan barang-barang yang digunakannya selama masa hidupnya. Di sini saya beristirahat di kursi panjang di bawah pohon besar. Suasana yang sepi dan rindang membuat saya hampir tertidur. Matahari sudah di atas kepala, saya meninggalkan museum Kartini untuk mencari masjid. Tak jauh dari museum Kartini ada masjid milik tentara. Setelah sholat zuhur saya melanjutkan perjalanan untuk mencari makan siang sekaligus kuliner.




Setelah mendapat info dari seorang teman di Jepara, di belakang museum Kartini ternyata ada Shopping Center Jepara, atau sering disebutnya SCJ. Saya menemukan sebuah warung sate Solo yang agak ramai. Namun, karena masih penasaran dengan warung-warunmg lain DI SCJ saya berjalan-jalan mengitari SCJ. Tapi sepertinya tidak ada yang membuat saya tertarik dan akhirnya saya kembali ke warung sate Solo tadi. Warung itu sudah ramai sekali. Saya pesan satu porsi, tapi kata si penjual sudah habis. Oh tidak, saya sudah tak sanggup lagi melangkah karena lelah dan lapar. Akhirnya saya hanya duduk di samping warung sambil merasakan aroma asap dari sate yang sedang dipanggang. Saya bertemu dengan ibu pemilik warung. Tanpa saya sadari saya merayu-rayu si ibu untuk menyisakan 5 tusuk sate saja kalau ada. Sepertinya si ibu kasihan dan menyuruh saya menunggu. Dan ternyata memang masih tersisa 8 tusuk. Ah bahagaianya saya waktu itu. Hehehe.. tapi lagi-lagi hal buruk menimpa saya, nasi putihnya habis. Hanya tersisa satu centong saja alias seperempat porsi saya biasanya. Ah ya sudahlah, berarti saya memang diharuskan untuk makan lagi di luar.

SCJ - Shopping Center Jepara

Dalam waktu kurang dari 15 menit saya menghabiskan satu porsi sate kambing yang rasanya..hmm enak sekali. Andai saja bisa nambah. Setelah itu si ibu menyuruh para karyawannya untuk bersih-bersih. Saya masih sangat lelah untuk langsung meninggalkan warung itu. Jadi saya memohon pada si ibu untuk tetap tinggal di warung itu sementara para karyawannya membersihkan warung. Saya berbincang-bincang dengan si ibu. Ketika saya menanyakan tentang lokasi Taman Makam Pahlawan, si ibu menawarkan saya untuk diantar oleh anaknya. Tentu saja saya tidak menolak, dari pada saya harus berjalan kaki sepanjang 300m menanjak, hehe!

Ternyata karyawan di warung satenya itu adalah anak-anak dari si ibu. Si ibu tidak mau memberi tahu namanya, karena di sana masih ada guna-guna, jadi warung satenya hanya dinamakan Warung Sate Kambing Solo. Saya diantar ke TMP, seperti seorang tour guide mereka menjelaskan kepada saya tentang TMP tersebut, kemudian tentang benteng Portugis yang ada di sana, serta GBK atau Gelora Bumi Kartini yang letaknya bisa terlihat dari TMP. Dari TMP jg bisa terlihat pesisir sepanjang Jepara, ada pantai Kartini dan pantai Bandengan. Saya tidak sempat ke pantai Bandengan karena jam 5 sore saya harus sudah di terminal. Setelah itu saya diantar ke pusat seni ukir di desa Mulyoharjo yang letaknya tidak jauh dari TMP.

TMP


Pusat Seni Ukir Jepara

Kembali ke SCJ, saya diajak minum es gempol khas Jepara di warung-warung tenda di depan SCJ. Dulunya PKL atau pedagang kaki lima di sana berjualan di alun-alun tapi saat ini sudah dipindah ke depan SCJ. Jika hari mulai sore, di sana akan sangat ramai.


Sate kambing Solo dan Es Gempol

Jam menunjukkan pukul setengah 5 sore, saya pamit pada ibu pemilik warung dan kedua anaknya. Terima kasih ibu, mas agus dan mas wahyu yang sudi mengantar saya keliling Jepara. Suatu saat saya akan kembali ke warung ibu menikmati sate terenak di Jepara!