Cerita Matahari di Garut

Aug 20, 2011

Baru kali ini saya mengadakan perjalanan dengan membawa lebih dari 10 orang. Acara pelantikan tambahan untuk calon anggota UKM pecinta fotografi di kampus saya. Kebetulan karena saya belum sempat dilantik secara resmi maka saya dan kedua teman saya diharuskan membuat acara hunting gede ini. Setelah melakukan voting tempat yang menjadi destinasi hunting, akhirnya diputuskan untuk hunting ke Pesisir Pamengpeuk, Garut. Sebenernya saya sudah "bosan" kesana, karena next trip di dalam list saya tertulis pantai Sawarna, Banten. Tapi mau gak mau saya harus mengikuti 13 suara yang memilih Pesisir Pamengpeuk. Tapi hal itu tidak mengurangi semangat saya. Meskipun sudah dua kali kesana, saya percaya pasti ada hal baru yang akan saya alami nanti.
Berangkat jam 9 malam, saat itu berkumpul di depan atm kampus. Keberangkatan tertunda karena harus menunggu mobil pinjaman yang baru sampai kampus jam 11 malam. 2 mobil dengan kapasitas 14 orang, cukup membuat kaki pegal-pegal tapi saya masih bersyukur kalau dibandingkan harus naek ELF yang selayaknya diisi 15-18 orang terpaksa diisi sampe 30 orang+binatang-binatang peliharan yang tak jelas baunya. Hahaha. Mobil berhenti di sebuah pelataran yang disekilingnya terdapat warung-warung kecil. Setelah keluar dari mobil, udara dingin langsung terasa karena angin laut mulai menyapa daratan. Melihat langit yang dipenuhi bintang menandakan bahwa hari ini akan cerah. Karena hari masih terlalu pagi, maka kita putuskan untuk berleha-leha dulu di warung kopi sambil bercerita dan berbagi tawa. Jujur saja saya dan kedua teman saya ini adalah angkatan tertua di kelompok pecinta fotografi itu, tapi kami baru saja mau dilantik karena kami baru masuk tahun 2010. tidak ada kata terlambat untuk belajar! Bersama dengan angkatan baru yang masih fresh-fresh, saya merasa seperti anak muda lagi. Hehe!
Setelah sholat subuh, kami menuju ke timur dengan berjalan kaki. Sampai di pantai semuanya mulai autis dengan kamera masing-masing. Sh*t! this is when I hate the most. Semua membawa kamera canggih, hanya kamera saya saja yang masih pocket, jadi untuk merekam di saat cahaya sangat sedikit, kamera saya pasti tidak mampu. Semua berlomba-lomba untuk memperoleh gambar terbaik. Mungkin bagi saya yang tidak terlalu fanatik dengan fotografi, menikmati salah satu keagungan Tuhan ini adalah dengan melihatnya langsung dengan kedua mata saya. Kamera saya masih terlalu malas untuk bergerak. Saya hanya bersandar di atas ponco yang selalu saya bawa kemana-mana. Baru kali itu saya menikmati suara ombak di waktu fajar.
Matahari mulai menampakan sedikit pesonanya. Setelah sekian kali saya ke pantai, baru kali itu saya melihat matahari terbit tanpa mendung. Ah bahagianya saya saat itu.. setelah menikmatinya sambil merasakan udara dingin dari laut, akhirnya kamera saya bergerak.
Photobucket

Photobucket
Sudut pantai sayang heulang di sebelah barat (atas) dan timur (bawah)

Sinar matahari mulai menyengat tubuh, kami kembali ke tempat parkir mobil. Saya dan Burid teman saya langsung menuju penginapan. Penginapan yang setahun lalu pernah saya singgahi untuk bermalam saat backpacking bersama Dito dkk. Karena kami hanya berniat untuk istirahat dan masak-masak maka kami nego satu kamar seharga 50 ribu sampai sore hari. Baru kali itu pula saya masak untuk 14 orang. Dibantu Fani untuk sarapan dan makan siang. Itu pun saya yang jadi leade, karena yang bertanggung jawab untuk acara itu. Setelah sarapan sebagian bermain ke pantai, dan saya karena capek membuat sarapan maka saya mandi kemudian tanpa sengaja tertidur.
Saat saya bangun, saya mendengar cerita dari teman saya yang baru saja kembali dari bermain di pantai. Pada saat Wiwid berenang, dia dihampiri "benda yang tak boleh disebut namanya" yang masih mengapung dan utuh. Saat itu masih pagi, pasti taulah apa benda yang tak boleh disebut namanya itu. Maksud saya benda itu adalah kotoran manusia, ya saya ga salah menuliskannya sebagai benda yang tak boleh disebut namanya. Hahahaa. Karena mendengar namanya saja bisa menghilangkan nafsu makan. Saya pun pernah tak sengaja mengucapkan nama benda itu waktu siaran, dan alhasil banyak protes dari para pendengar, ternyata ada diantara mereka yang sedang minum jus mangga. Wkwkwk Pertama kalinya saya tau ternyata di pantai bisa juga ada benda seperti itu. Selain perasaan jijik, saya juga senang karena teman saya yang menjadi korban, benda yang tak boleh disebut namanya itu mengapung persis di sebelahnya. Wkwkwk.. Sampai perjalanan pulang pun, cerita itu masih saja jadi bahan tertawaan.
Siang hari yang terik, membuat saya haus. Dengan mengeluarkan kocek 2500 saya menikmati kelapa muda langsung dari batoknya dan ditemani semilir angin laut. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju Puncak Guha. Pantai curam ini letaknya tidak jauh dari pantai Rancabuaya. Seperti lapangan bola, dihidupi oleh rumput hijau membuat pantai ini begitu berbeda dibandingkan pantai-pantai yang ada di pesisir Pamengpeuk. Karena terlalu menikmati pemandangan indah dari pantai curam ini, saya hanya memperoleh satu gambar.

Photobucket

Matahari mulai menepi menuju barat, kami pun bergegas menuju pantai Rancabuaya. Karena dari sana view matahari tenggelam benar-benar indah. Dan memang benar, kali kedua saya kesana saya benar-benar dibuat terpesona lagi oleh warna jingga dari matahari yang ingin menggapai garis horizon bumi. Peristiwa ini begitu singkat, 5 menit saja matahari sudah tenggelam.
Setelah itu saya bertiga dengan teman saya dilantik sebagai anggota, walaupun pada akhirnya saya lebih sering jalan-jalan sendiri dibanding kumpul di komunitas itu hehehe. Mereka para pecinta fotografi pun puas dengan matahari yang hari ini membuat mereka memperoleh banyak sekali gambar digital. Dan saya pun bersyukur masih bisa melihat keindahan pesona matahari dari mulai terbit hingga tenggelam.

Terima kasih matahari!

No comments

Post a Comment