Lima Hari Untuk Selamanya (Part 1)

May 5, 2015

Sebuah perjalanan panjang 5 hari dengan teman perjalanan sejati. Perjalanan tanpa rencana, yang menjadi awal dari segalanya. 


A true travelmate.

Tiga hari sebelum keberangkatan, di situ saya mulai sibuk mencari tiket pulang pergi. Kata kunci Wakatobi, Sumba Barat, Alor, sampai Tanjung Puting saya cari. Saya berinisiatif untuk trip domestik, karena ke tiga destinasi itu lah impian dari dulu sampai hari ini belum kesampaian. Tapi keputusan ada pada si penyumbang dana utama. Perjalanan kita terputuskan Jakarta - Phuket - Krabi - Jakarta. "Harga tiket pulang perginya sama aja kan? Yaudah kasian kan paspor gue masih kosong halamannya. " Katanya sambil tertawa-tawa. Memang delapan bulan sebelumnya saya pernah memaksanya untuk bikin paspor biar kalau tiba-tiba mendadak keluar negri ngga perlu repot-repot bikin sama calo.

Setelah tiket di tangan, ternyata ada kesalahan nama yang baru bisa diberesin selama satu hari. Bolak balik kontak maskapai penerbangan, akhirnya bisa diperbaiki. Ya ampun, mentang-mentang baru seminggu kawin, ngetik nama aja masih salah. Grogi kali. Hahahaha. Sisa satu hari, kami siap in buat packing. Itinerary hanya tinggal kenangan, tidur ngga bisa tidur, kami jadi bangun kesiangan. Penerbangan jam 9 pagi pun kami kebut naik taksi langsung ke Bandara. Yang penting berangkat, urusan di sana ngapain dan gimana, lihat saja nanti. Begitulah pikir kami sambil ketawa-ketiwi saat sudah duduk di dek pesawat. "Hampir telat."

Matahari pagi menyambut kami!
Kami sampai di Bandara Changi tepat waktu. Lho, kenapa pesawatnya turun di Singapur? Jadi si doi katanya pengen banget makan eskrim di Orchard Road. Karena doi belum pernah ke Singapur, saya pun akhirnya sok-sok an jadi guide, bicara soal maju dan rapihnya negara ini, sambil nunjukin ini itu. Seru banget, karena kami harus lari-larian buat ngejar jadwal pesawat ke Phuket (kami cuma punya waktu 4 jam di Sing). Kami cuma duduk manis sebentar di cafe depan patung Merlion, foto lima kali jepret trus balik lagi ke Changi. 

Kesampaian juga meski pun bukan di Orchard Road

Kami sampai di bandara Phuket pukul 9 malam. Oya, selama perjalanan di Thailand, saya hanya booking satu penginapan. Tentu nya yang dekat dari bandara, namanya Cozy Coco Apartment dekat dengan pantai Nai Yang. Untuk sampai kesana dari bandara sebenarnya tidak terlalu jauh, namun karena sudah malam, hanya ada taksi yang bisa mengantar kami sampai kesana. Semuanya nembak 300 baht. Fiuh. Setelah check-in, kami ke 7-11 yang tidak jauh dari penginapan. Karena kebanyakan warung makan sudah tutup. Di sini kami temui, 7-11 yang berbeda dengan yang ada di Jakarta. Tidak ada meja kursi yang bisa digunakan untuk makan. Akhirnya kami bawa balik ke penginapan, dan makan di atas kasur. Hari pertama yang melelahkan, dan disambut cerah pagi yang memudarkan rasa letih.

Selamat pagi! (Dari jendela kamar)

Karena kami benar-benar ngga bikin itinerary, maka setelah bangun tidur, Jemmy dan Mink adalah orang yang pertama kali saya cari. Mereka pasangan suami istri pemilik Cozy Coco, yang dengan senang hati membantu kebutuhan kami. Karena tau kami belum menentukan tujuan wisata, Mink menunjukan beberapa brosur pulau-pulau eksotis di dekat Phuket. Ia ternyata suka bertualang, yang ditunjukan bukan destinasi terkenal seperti phiphi island atau pun maya bay. Ia pun bercerita, ia baru saja kembali dari perjalanan ke Koh Racha, spot diving yang keren di sana. Dari beberapa destinasi turis, kami pun memilih Koh Similan, setelah mengitung budget yang paling cukup. Tanpa diminta, Mink membantu kami untuk reservasi paket trip Koh Similan untuk hari ke tiga kami di Phuket. "Lalu, hari ini kita mau ngapain, Brew?" Lirik saya ke doi, sambil nyengir. 

Kami pun keluar penginapan untuk cari sarapan. "Mending kita mikirnya sambil makan, siapa tau ada ide hari ini mau ngapain." Di dekat penginapan ternyata ada warung makan dimsum yang lumayan ramai. 

Ini ceritanya mampir ke warung nyobain makanan kecil asli sana, yang mirip-mirip sama lepet.

Thai tea. Pokoknya selama perjalanan disana kita selalu pesan ini. Suka!

Berhubung kami ngga nyiapin apapun, kami membeli kartu sim Dtac yang berlaku seminggu. Waktu itu sih kami beli dengan harga 199B. Berguna banget buat browsing sama ngakses gps, jadi sambil makan saya coba browsing kira-kira hari kedua perjalanan kami bakal dihabisin buat ngapain. Ternyata, Phuket Town ngga jauh dari bandara. Sekitar satu setengah jam perjalanan menggunakan roda dua. Maka saat kembali ke penginapan, kami mencari info penyewaan motor. Mink kaget, karena kami berencana pergi ke Phuket Town hari itu juga dan kembali lagi ke penginapan sorenya. Kamipun tertawa, kalau satu setengah jam sih di Jakarta itu biasa aja, mbak. Mink juga heran, karena biasanya tamu yang menginap di Cozy Coco hanya semalam. Tidak ada turis yang sengaja menginap lebih dari sehari di dekat bandara. Tentu saja, kami terjebak karena ngga bikin itinerary!

Ternyata tempat sewa motornya ngga dekat. Seorang ibu paruh baya yang sedang berhenti di pertigaan jalan pun saya tanyai, dengan bahasa tubuh yang acak kadul, karena warga disana tidak terlalu fasih berbahasa inggris. Ia pun mengerti, lalu menawarkan saya untuk memboncengnya. Saya pun diantarnya ke penyewaan motor. Baik sekali si ibu. Di penyewaan motor, ternyata kami ngga bisa nego! Untuk 12 jam, kami dikenai 300B. Langsung lah kami berangkat ke Phuket Town, dengan modal gps dan motor sewaan. 

Jalan yang kami lalui adalah jalan lintas kota, jalan lurus dimana kanan dan kiri banyak pertokoan dan kompleks rumah warga. kami mencari masjid lalu sampailah ke sebuah gang kecil yang warganya bermayoritas muslim, untuk menunaikan sholat Jumat. Saya duduk di warung kecil yang beratapkan dedauan pohon tepat di samping masjid. Memesan makanan, entah apa namanya, penampakannya seperti lumpia yang digoreng trus dipotong-potong dan diberi bumbu kacang. Ibu Sakina, si empunya warung, menyapa saya dan memulai percakapan kami dengan bahasa Malaysia campur aduk bahasa Inggris. Obrolan kami panjang sekali, saya sampai lupa kalau kami baru saja bertemu, namun sudah seperti saudara. 



Ibu Sakina, yang suka tersipu malu saat ingin bertanya sesuatu dalam bahasa inggris, namun ia bingung bagaimana mengungkapkannya.

Langsung berburu food stall pinggir jalan, pas jam 12 teng kami sampai di Phuket Town

Perjalanan kami lanjutkan. Sesampaikan di Phuket Town, yang terlihat seperti kompleks terkotak-kotak yang rapih. Kami parkir motor di sembarang tempat di sisi jalan yang sudah ditandai marka parkir. Sebenarnya, selama di Phuket belum nemu tukang parkir. Jadi aman-aman saja sepertinya parkir di mana pun. Muter-muter lah kita berjalan kaki di bawah terik matahari. Sambil bercerita, dan tertawa ria. Sesekali berhenti di satu toko, memanjakan mata dengan souvenir-souvenir lucu dari negeri gajah. 

Ngadem bentar

Kami mampir ke Casa Blanca Boutique Hotel untuk reservasi besok malamnya di Phuket. Di arah perjalanan kembali ke Cozy Coco, terdapat banyak sekali pantai-pantai sepanjang Phuket bagian barat. Kami pun mampir ke Patong Beach. Saat menuju kesana, kami takjub dengan suasana jalanan yang meliuk-liuk dan turun yang penuh dengan hostel-hostel, toko-toko, benar-benar kawasan turis. Berbeda sekali dengan yang ada di dekat bandara. Dalam hati pun menyesal, kenapa ngga nginep di Patong Beach aja. Banyak yang bisa di eksplor, dan banyak tempat makan seafood yang bisa dicobain. Ya sudahlah, di mana pun kan yang penting sama kamu. Hahaha, dan senja pun kami nikmati di atas bebatuan pantai yang memanjang mengikuti garis pantai. Sambil nyemil jajanan pantai yang dijual juga di sepanjang trotoar.


"Lupakan kolesterol, kapan lagi menikmati seafood semurah dan se-fresh ini!"


Setelah senja pergi, kami menikmati malam dengan memesan seafood yang dijual di sepanjang jalan. Di bawah lampu jalanan yang agak remang dan suara ombak yang dikalahkan oleh ramainya pengunjung. Ah, tapi kami tak bisa lama di sana karena harus kembali ke Cozy Coco dan awan di ujung sana mulai gelap pertanda hujan. Kami menyusuri jalan pulang dari Patong beach ke penginapan dengan jalur yang berbeda saat kami ke Phuket Town. Dari Patong beach, jalanan yang kami lalui adalah jalan perbukitan yang meliuk-liuk naik turun. Sebelah kanan hutan dan sebelah kiri menghadap laut. Banyak hotel dan resto mewah yang berjejer sepanjang jalan. 


"Our" first beach.
Patong Beach, Phuket Thailand | 28 November 2014

Lima belas menit sebelum sampai ke Nai Yang, hujan pun turun dengan deras. Membuat saya sedikit ketakutan, karena jalan yang kami lalui sangat lah sepi. Mana gelap dan banyak sekali petir. Sampai di tempat penyewaan motor, kami kembali ke penginapan dengan berjalan kaki. Hujan sudah sedikit reda meski rintik, menyisakan dingin menusuk kulit. Berdua kami di bawah payung, sesekali saling melemparkan senyum. Malam pun menjadi hangat. Bau hujan dan rumput.


Bersambung ..




2 comments

  1. Nungguin foto kaki penganten baru di atas kasur tapi gak nongol. Huvt.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha itu udah ada jendela kamar, agak disensor :))

      Delete