Kim Jong-wok

Sep 9, 2012



Jangan kusut dulu membaca judul postingan ini. Serius murni nggak ada hubungannya sama sekali dengan Korea. Hanya saja judul ini merujuk pada sesuatu yang berbau korea. Pantai terakhir yang saya kunjungi seminggu yang lalu di pesisir Gunung Kidul, punya nama yang pasti setiap orang dengar akan merujuk ke negara yang terkenal dengan oplas nya itu. Nama pantainya Jongwok. Tuh kan, pasti saat kamu denger nama itu langsung kepikiran SNSD atau Suju hahaha.. Lalu, kenapa saya beri judul Kim Jongwok?

Siang itu, matahari sudah di atas kepala. Perjalanan saya dari Pacitan menuju Yogyakarta memaksa saya untuk singgah di pesisir Gunung Kidul. Saya mencapai pantai Wediombo, pantai yang terletak paling timur setelah pantai Sadeng setelah dua jam duduk di motor menatap jalanan. Pantai Wediombo yang sudah tidak perawan ini bukanlah tujuan saya melipir di pesisir Gunung Kidul. Tetapi pantai perawan yang tersembunyi di balik bukit di sebelah Wediombo. Info pertama yang saya dapatkan tentang pantai  Jongwok ini bukan dari dunia maya, tapi langsung dari travelmate saya di Yogya yang kebetulan beberapa bulan sebelumnya telah mencapai pantai perawan itu. Ya, sesuai dengan judulnya pantai perawan, pantai ini benar-benar masih virgin, lihat saja plang penunjuk jalan untuk menuju pantai ini. Hanya bermodalkan sisa kardus mie, spidol hitam dan dipasang menancap di batang pohon dengan paku karatan. 

Setelah diambil buat foto, saya tancepin lagi kok!
Dari pantai Wediombo, kami menuju timur atau belok ke arah kiri sampai bertemu dengan plang itu. Kemudian kurang dari lima ratus meter, kami berjalan kaki di bawah terik matahari melewati pematang sawah yang sudah panen dan bukit-bukit kecil. Keringat yang mengucur di dahi pun tersapu oleh angin laut. Lelah setelah perjalanan dari Pacitan pun hilang saat kami disajikan warna biru laut dan langit serta suara desiran ombak yang mengalahkan segala jenis musik yg terputar di ipod saya. Pantai Jongwok, merangsang saya untuk menggagahinya. Ah cukup saja dengan foto yang terekam di kamera dan memori yang terekam di kepala.


Saat tiba di sana, ada empat tenda dome yang salah satunya dimiliki oleh dua pasang anak muda dari kota Yogyakarta. Karena barang bawaan saya sebuah keril setinggi kepala saat digendong, mereka mengira saya akan kemping di pantai Jongwok. "Maunya sih, tapi kereta saya berangkat sore ini juga." Kalau saja saya masih free dan tidak terikat kontrak kerja di Jakarta, saya pasti udah nggelar ponco, leyeh-leyeh di pantai sampai sunset. Ah tapi siang itu terlalu terik, saya dan Galang pun mencari tempat berteduh. Jangan berharap ada warung atau toilet di tempat se-virgin ini. 



Matahari yang menyengat membuat saya malas bergerak dari tempat kami berteduh  di balik tebing yang menghalau cahaya matahari. Kami cuma bengong, lalu mulai nggak jelas, dan akhirnya terpaku ke keong kecil yang ukurannya sebesar kuku jari kelingking saya. Keong itu lincah sekali, nggak mau diem saat saat berada di telapak tangan saya karena mau difoto. Pantai Jongwok yang tadinya sepi mulai ramai dengan teriakan-teriakan saya yang gemes bermain dengan si keong kecil.  Saya akan membawanya ke Jakarta, menemani perjalanan saya sendirian di kereta. Kasih nama siapa ya? Galang nyeletuk, Kim Jong-wok

No comments

Post a Comment