Sisa Hujan di Jordaan District

Aug 22, 2016


Kalau malam sebelumnya Bre mengajak saya mengintip Red Light District yang sangat ramai dan penuh sesak, pagi ini saya memilih untuk menikmati suasana pagi di kompleks para seniman dan studio seni di Jordaan District. Cukup berjalan kaki dari hostel, karena memang hostel kami berada di pinggiran Central Amsterdam.



Pagi yang mendung, Kami berjalan menyusuri sungai di jalan Prinsengracht, di bawah langit yang mendung. Langkah demi langkah yang santai sembari bercerita. Tak lama gerimis turun, kami menepi ke depan toko yang ada kanopinya. Tidak hanya kami, ada seorang bapak yang juga menepi. Dengan kondisi cuaca yang seperti ini, tidak banyak pesepeda yang lewat. Hanya dua-tiga saja dan mereka pakai payung sambil mengayuh. 

Bicara tentang pesepeda di Amsterdam, kami salut. Tidak hanya bisa memegang kendali dengan satu tangan, saya pernah melihat mereka minum kopi (dan mengaduknya pakai dua tangan) sambil meluncur. Jeleknya sih, mungkin sama kayak para pengendara motor di sini. Ngga mau ngalah sama pejalan kaki. Mau nyebrang jalur sepeda musti nunggu sampai sepi, karena mereka ngga ada yang mau berhenti buat kita. 


Gerimis tidak mau berhenti, tangan kami mulai beku. Meski masih summer, suhu di Amsterdam pagi itu sudah dibawah 12 derajat. Kami membelokan jalan mencari kopi panas. Mau ngirit dengan membeli coffee-on-the-go tapi ngga ada yang buka. Akhirnya kami terdampar di Cafe Nielsen. Secangkir cappucino seharga €2.8 menghangatkan dinginnya pagi di Amsterdam. Meskipun kita backpackeran, jangan lupa kasih tips ke baristanya, karena ini salah satu etika di Belanda. 

Langit mulai terang mulai lah jalanan ramai dengan pesepeda, karena hujan sudah berhenti. Lalu kami kembali menyusur jalan dan sesekali berhenti di jembatan. Ah~ jembatan di sini memang photogenic dan instagrammable banget.  Dan kameraku pun mulai jeprat-jepret sana sini. 





Kembali ke hostel, kami packing untuk pindah kota. Dua malam di Amsterdam sepertinya cukup, karena malam-malam berikutnya lebih banyak akan kami habiskan di Utrecht, kota yang damai dan sepi dari bising turis. Amsterdam menyisakan penyesalan Bre yang sampai saat ini masih penasaran pengen nyobain sepedahan di Belanda. Waktu di Utrecht, kami ngga sempat sewa sepeda di pusat kota karena terlalu nyaman tinggal di rumah Marije dan jadi males kemana-mana. Next time ya, Bre. Kan tiket balik kita ke Jakarta dari Amsterdam. Jadi lihat aja nanti, kita bakalan mampir lagi atau nggak. Atau, ada rencana balik lagi ke Belanda? 


Berlin, August 22 '2016

Sisa hujan di Jordaan District, menyisakan akhir cerita kami di Amsterdam.

No comments

Post a Comment