Setelan Andalan Kalau Jalan-jalan (Part 2)

Oct 3, 2020


Kolase perjalanan dari tahun 2016 sampai tahun 2020

Beware! Banyak foto narsis saya di tulisan ini. 

Tulisan ini adalah bagian ke dua dari postingan ini, terinspirasi setelah tergelitik membaca celotehan Mbak Trinity yang juga mengalami hal yang sama seperti yang saya alami lima tahun lalu. Postingan tersebut rentang waktu nya antara tahun 2010 - 2015. Jika saya kumpulkan lagi foto jalan-jalan saya rentang tahun 2016 - 2020 tentu saja sudah ganti setelan, karena berat badan saya sudah tentu berubah (naik 5 - 7kg!). 

Saat pandemi gini kita tujuh bulan off dari jalan-jalan, saya pun jadi bingung mau nulis apa dan akhirnya terpikir untuk melanjutkan tulisan tersebut. Untuk mengumpulkan foto dari tahun 2016 pun tidak sulit karena saya sudah menyortir foto-foto perjalanan saya berdasarkan tahun. Tinggal buka Hardisk External, scroll-scroll semua nya sampai saya menyadari banyak sekali foto saya yang blur. Huft!

Pose duduk di Belanda dan Austria

Pose nyender di Czech dan Austria

Setelan yang paling sering saya pakai adalah kemeja semi jeans warna biru muda. Saya lupa dulu belinya dimana, tapi kalau nggak salah ingat belinya di Rumah Mode, Factory Outlet di Kota Bandung. Belanja di FO barangnya cukup murah tapi kualitas lumayan karena kebanyakan barang branded tapi reject


Trip domestik ke Loji Bogor, Kalibiru Jogja, Gunung Batu Jonggol dan Hutan Djawatan Bayuwangi

Kenapa nyaman banget pakai kemeja ini? Selain bahannya tipis, kemeja warna cerah ini cocok dipasangkan dengan kaos pendek warna apa saja. Jadi kalau dulu suka pakai kaos raglan, sekarang saya lebih suka pakai kaos pendek dan dipasangkan dengan kemeja tipis. Kaos pendek bisa dipakai tidur saat traveling, dan kemeja bisa dipakai berkali-kali sebelum dicuci. Fungsional dan tetep eye-catching kan.

Selain kemeja biru ada kemeja hitam tipis, sayang nya kurang nyaman kalau dipakai saat terik matahari.

Windbreaker Eiger yang melegenda pada jamannya.
Udah jauh-jauh ke Amsterdam Kanal tapi berasa di Kali Ciliwung

Hal yang sangat saya sayangkan adalah saya tidak punya jaket atau outer yang fashionable. Kalau nggak ada temen yang ngingetin atau ngeledekin, saya nggak akan dan nggak pernah kepikiran beli baju yang bagus untuk di foto, karena saya lebih memilih yang fungsional. Jadi teringat windbreaker Eiger yang saya pakai selama dua bulan di Eropa, itu jaket warnanya sudah buluk (saat itu sudah berumur 4 tahun dan selalu dipakai kemana-mana) dan modelnya pun lokal banget. Jadi nyesel pengen balik lagi ke Eropa. Dulu belum tau Uniqlo, sekarang pun belanja di Uniqlo juga rata-rata beli setelan heattech yang memang fungsional saja. 


Setelah pengalaman di Eropa itu, saya akhirnya mulai mencari outer yang eye-catching. Karena tidak sempat nyari di Jakarta, saya nyari di Harajuku, Tokyo. Yaelah jauh banget. Nemunya Kinji, toko barang bekas, harganya seingetku 1500 yen yang kalau dikonversi ke rupiah jadi 150 ribuan. Jaket hijau ini lebih mirip disebut parka. Langsung pakai hari itu juga dan selama perjalanan 9 hari di Jepang. Hahaha. 

2017 Jepang, 2019 Korea Selatan dan 2020 India

Parkai hijau ini menemani jalan-jalan saya selama tiga tahun terakhir. Cukup hangat untuk musim semi dan musim gugur. Kantongnya pun banyak. Kamera saku, buku jurnal, pena, smartphone, payung, dan lembar-lembar peta muat di jaket ini.

Habis menulis ini rasanya saya jadi gatal sekali kepingin packing.

No comments

Post a Comment