Berendam Air Panas Dengan Lanskap Danau Batur dan Gunung Abang

Aug 11, 2022


Menurut saya rasanya tidak lengkap melancong ke pulau dewata tanpa mencoba pijat relaksasi tradisional Bali. Apalagi jika punya banyak waktu luang, seperti perjalanan kami selama sebulan di Bali pada bulan Juni lalu. Tapi pilihan untuk pijat di tempat yang ramah muslim tidak banyak, kalaupun ada biayanya cukup menguras kantong. Akhirnya kami memilih untuk berendam air panas saja di Toya Devasya sambil melemaskan otot-otot setelah 4 minggu melanglang di Bali. 

Toya Devasya, Bali 's best healing hot spring water

Sebetulnya Toya Devasya tidak ada dalam daftar itinerary, pun tidak terlintas sama sekali kalau kita mau berendam di Bali. Saya mengetahui tempat ini dari Danceu, setelah kami janjian ketemu di Bali. Wah asik juga nih, dengan biaya seratus ribu rupiah saja kita bisa berendam di kaki Gunung Batur. Jadi sebelum meninggalkan Bali, kami singgah ke sana. 

18 Juni 2022

Saya dan Hana berencana untuk hunting kafe daerah Kintamani, yang lokasinya berjarak sekitar 70 kilometer atau 2 jam dari kostan. Kafe-kafe di sana buka mulai pukul 6 pagi karena yang ditawarkan adalah pemandangan matahari terbit dengan lanskap 3 gunung yaitu Gunung Batur, Gunung Abang dan Gunung Agung. Namun kami berangkat sekitar pukul setengah 8 pagi karena takut masuk angin jika harus berangkat sebelum subuh. 

Lanskap 3 gunung dari Kintamani
Dari kiri ke kanan: Gunung Batur, Gunung Abang dan Gunung Agung

Lokasi Toya Devasya tidak jauh dari deretan kafe tersebut, jadi sekalian saja saya mengajaknya singgah. Ternyata Hana malas berendam, jadi kami menurunkannya di kafe Paperhills lalu kami lanjut ke Toya Devasya. Saya dan Hana memang sudah terbiasa berpisah saat traveling kemudian janjian untuk ketemu lagi di jam tertentu. Hana menikmati waktunya melamun, baca buku, dan menulis di kafe dengan pemandangan Gunung Batur, sedangkan saya dan Bre berendam air panas, berenang, dan melamun sambil memandangi Danau Batur.

Tiba di Toya Devasya pukul 10 pagi, cukup sepi untuk tempat wisata meskipun akhir pekan. Kita bisa membeli tiket langsung di loket atau melalui website. Saya memesan tiket melalui website karena sedang ada promo, lumayan sih bedanya 25 ribu untuk dua tiket. Saat kami ke sana, ada beberapa paket tiket, seperti paket dengan eskrim, makan siang, dan paket gabungan dengan olah raga air seperti kayak, speedboat dan flying board. Karena kami niatnya mau healing jadi kami tidak tertarik dengan water sport tapi memilih paket dengan menu makan siang nasi mujair nyat-nyat, salah satu masakan khas Bali. Oiya di sini juga ada fasilitas spa. Selain membayar tiket, kita diharuskan menambah uang jaminan sebesar 100 ribu rupiah yang ditukar dengan gelang penanda. Gelang ini digunakan untuk memesan makanan dan minuman. 

Infinity pool

Setelah masuk nanti kita diarahkan ke lounge dan ruang ganti. Untuk menyimpan barang bawaan kita bisa menyewa loker seharga 20 rupiah dan sewa handuk 10 ribu rupiah per buah. Kami tidak menyewanya karena tidak terlalu ramai. Jadi tas kami letakan saja di meja restoran yang langsung menghadap kolam. Handuk juga kami bawa sendiri dari kostan, lengkap malah dengan kacamata renang.

Kiri difotoin programmer, kanan difotoin fotografer

Saat pertama kali nyebur, airnya hanya terasa seperti hangat kuku. Mungkin karena udara yang dingin jadi tidak begitu terasa panasnya saat di dalam air. Danau Batur ini berdiri 1,031 meter di atas permukaan air laut, jadi wajar saja jika hawanya dingin. Sumber air panas di Toya Devasya ini alami, jadi nggak ada bau kaporit kayak di kolam renang biasa. Lama-lama hangatnya akan semakin terasa, atau coba saya berdiri di bawah air mancur. Airnya lebih panas dari pada di kolam, jadi rasanya kayak dipijit-pijit. Dari bawah kolam juga ada beberapa titik keluar air panas. 

Berendam di air panas ini melemaskan otot-otot yang kaku sehingga badan menjadi lebih rileks dan pikiran menjadi lebih jernih. Saya kadang melakukannya 1-2 kali dalam sebulan di rumah. Ada bathtub kecil yang memang sengaja saya bangun agar tidak sering memanggil tukang urut. 

Jangan lupa pakai sunglasses.

Syukur sekali hari itu cerah dan langit biru merona. Lekukan Gunung Abang pun bisa kami lihat langsung meskipun cukup jauh. Untung saja saya selalu menyelipkan sunglasses di tas, jadi kami bisa menikmati pemandangan ini dengan puas. 

Ada seorang kawan warga asli Bali yang bercerita kalau tempat ini pernah jadi viral karena adanya perlakuan rasis terhadap turis lokal. Jadi kolam pemandian ini dibagi dua, yaitu untuk turis asing dan domestik. Untuk turis domestik tentu saja tidak boleh masuk ke area turis asing (kolam yang ada di atas dekat dengan hotel). Suatu ketika ada pasangan di mana suaminya orang bule dan istrinya orang lokal. Nah, si istrinya ini diusir dari area "bule" jadi dia gak terima. 

Namun kami berdua tidak merasakan hal itu padahal kami berdua berendam di kolam atas. Memang lebih sepi dibanding kolam lainnya. Turis lokal lain juga ada kok yang berendam bareng kami di kolam ini. Mungkin setelah kejadian itu tidak ada lagi pembatas area untuk si bule dan si lokal. Kami menikmati berendam di sini sampai dua jam. Sampai bosan, lalu sebelum check out kami menyempatkan main perosotan.

Bonus main perosotan gratis.

Selain hot spring, Toya Devasya ini juga waterpark lho, jadi nggak aneh kalau ada dua perosotan gede yang mirip di Snowbay Ancol. Pertama kami nyoba perosotan yang mutar-mutar itu, lalu ketagihan sampai tiga kali sambil naik bawa ban besar. Saya sengaja teriak kenceng biar wisatawan lain ada yang ikutan main. Tapi jadinya malah norak kali ya, karena benar-benar hanya kita berdua yang main di perosotan. Lalu Bre lanjut meluncur sendiri di perosotan anak-anak.


Apakah berendam di sini sepadan dengan harga tiket masuknya? Menurut saya cukup worth, apalagi kalau cuacanya pas cerah. Selain Toya Devasya, ada juga hot spring lain yang lokasinya tidak jauh. Setelah dari Toya Devasya kami kembali ke bukit Kintamani untuk menjemput Hana dan menghabiskan siang hingga sore bersama di kafe Ritatkala.

No comments

Post a Comment