Keliling Kota Jaipur Pakai Tuktuk

Mar 27, 2020


Setelah menghabiskan 1 malam di Delhi, 3 malam di Manali, dan 2 malam di perjalanan pulang pergi Delhi - Manali, tinggal tersisa 3 malam terakhir yang sengaja saya luangkan untuk Golden Triangle Tour, Delhi — Jaipur —  Agra — Delhi. Saya menggunakan kereta di semua rute tersebut dengan memesan langsung ke International Tourist Bureau, kantor yang melayani pembelian tiket kereta khusus turis asing di New Delhi Station karena saya sudah coba booking lewat web IRCTC namun nggak berhasil. Lumayan agak lama karena sistem nya masih jadul, saya lihat ke layar monitor layar muka nya masih menggunakan command prompt! Jangan lupa untuk mencatat nomor dan nama kereta nya. Untuk penginapan di 3 kota terakhir ini belum saya booking sama sekali. Untuk penginapan di Jaipur saya pesan sambil menunggu kereta di Stasiun Old Delhi.

Stasiun Old Delhi
(5 Maret) Pagi itu masih pukul 7 pagi kami tiba di Delhi setelah menempuh perjalanan selama hampir 13 jam dari Manali, lebih cepat 1 jam dari arah berangkat karena mungkin lebih banyak jalan menurun. Kami diturunkan dari bus di daerah yang aku nggak ngerti, lalu cek-cek di peta ternyata ke stasiun metro terdekat hanya sekitar 2 km. Dihampirilah kita sama segerombolan supir Tuktuk. Kalau di Delhi agak serem sih, jadi kita lumayan pasang tampang galak juga buat nawar. Awalnya minta 200 rupee, lalu diturunin setengahnya, sampai akhirnya ada bapak-bapak tiba-tiba nongol dengan pede nya ngasi harga 50 rupee, langsung lah kita ciao. Kayaknya pada sebal gitu, tapi di India kejadian seperti ini sudah biasa. 


Bicara tentang metro di Delhi, meskipun peradaban masyarakat di sini terasa lebih mundur dari Indonesia tapi mereka sudah lebih maju dari kita lho. Mereka sudah membangun MRT dari tahun 1998, sedangkan kita baru mulai bangun 16 tahun setelah nya. Kami membeli tiket sekali pakai yang bentuk token nya lucu, kayak koin gitu tapi bahannya plastik. Dari Stasiun Metro Vidhan Sabha kami menuju Stasiun Old Delhi.


Karena kereta kami masih berangkat pukul 12 siang, kami masuk ke upper class room, semacam lounge eksklusif yang berbayar. Biasa aja sih sebenernya, tapi lebih nyaman dibanding harus menunggu di luar, karena di semua stasiun di India semua orang meskipun tidak punya tiket bebas keluar masuk.


Kami menyewa selama 3 jam, untuk berdua hanya 60 rupee saja atau sekitar 12 ribu. Ada kantin, colokan listrik dan toilet. Kalau mau keluar masuk tinggal tunjukin aja struk ke petugas yang berjaga di pintu, jadi jangan sampai hilang.


Cerita menunggu kereta ke Jaipur ini sungguh penuh drama, saya sampai trauma dan manghanguskan tiket kereta dari Jaipur ke Agra. Anyway, akhirnya kami sampai juga di Stasiun Jaipur agak malam karena telat. Karena masih berasa gengges setelah drama di Stasiun Old Delhi, kami memilih untuk jalan kaki saja ke hostel.

Foto ngambil langsung dari Moustache Jaipur

Hostel Moustache Jaipur

Lokasinya hanya sekitar 1 kilometer dari Jaipur Junction (Stasiun Jaipur). Selain karyawan nya ramah, fasilitas hostel ini juga lengkap. Di Booking.com rate nya 9, sama seperti Lonchenpa B&B saat kami menginap di Manali. Kita juga nggak perlu ngasi detail kartu kredit saat memesan, jadi langsung bayar saja saat check in. Meskipun kamar yang kami tempati tidak sebagus di foto —nggak sempat foto semua sudut karena hanya menginap semalam, kami cukup nyaman tidur di sini.


Karena ini hostel jadi nggak ada room service ya, kalau mau makan tinggal ke rooftop, ada kafe dan bar yang lumayan asik. 



Jadi di Jaipur kita hanya menginap semalam. Esok harinya kami menitipkan tas dan putar-putar Jaipur sampai sore dan melanjutkan perjalanan ke Agra.

Sewa Tuktuk 6 Jam

(6 Maret) Tadi nya kami berencana naik bus umum aja buat keliling Jaipur. Lalu setelah ngobrol bentar sama resepsionis hostel, kami diberikan saran untuk sewa Taksi atau Tuktuk saja karena kalau pakai bus nunggu nya lama. Yaudah kami jalan-jalan ke depan gang dan ngobrol sama supir Tuktuk. Perbincangan agak alot karena si bapak kurang fasih berbahasa Inggris, dari tadi bilangnya "One hundred, one hundred." Yakali 100 rupee (20 ribu rupiah) buat 6 jam, pasti maksudnya 1000 nih. Kami sepakat sewa selama 6 jam seharga 1000 rupee atau sekitar 200 ribu rupiah sudah termasuk biaya parkir, bensin dan supir. Langsung deh kita ciao mulai jam 8 pagi sampai jam 2 siang.

Kota Jaipur yang berwarna pink mulai terlihat
Seru nya pakai Tuktuk keliling Jaipur adalah kita bisa ngerasain langsung euforia kota yang berdebu ini. Jadi siap-siap bawa masker ya. Rute yang kami sepakati dengan Mr Abdul, si bapak supir, adalah Hawa Mahal — Amber Fort — Nahargah Fort — Jaj Mahal — City Palace. Mulai dari yang paling dekat yaitu Hawa Mahal dan langsung ke lokasi yang paling jauh, Amber Fort.


Proses pembuatan Chai. Setelah ngulek jahe, jahenya dimasukin langsung ke panci pake tangan.
Nggak tahu deh itu jari udah mampir kemana aja.
Sebelum ke lokasi destinasi wisata, Mr Abdul mengajak kami minum Chai dulu di pinggir jalan. Awalnya kami agak ragu karena ya gitu deh, agak jorok tempatnya. Di sana juga ada 2 kedai, yang satu ramai dan yang satu sepi. Saat kita mau ke tempat yang ramai, Mr Abdul malah nyuruh kita duduk di kedai yang sepi. Yaudah kita ikutin aja. Sambil nunggu si bapak bikin Chai, saya jajan kue-kue manis di kedai di sebelahnya. Lumayan buat sarapan.

Hawa Mahal

Jaipur adalah ibu kota negara bagian Rajasthan, India. Kota ini terkenal dengan sebutan Kota Tua atau Pink City karena banyak nya bangunan-bangun yang berwarna pink. Tapi sejujurnya saya lebih melihatnya berwarna jingga. Salah satu bangunan yang ikonik dengan warna pink nya adalah Hawa Mahal.
Apa hanya perasaanku ya, warna kulit wajahku dan background nya sama.
Jalan-jalan keliling kota dalam waktu singkat seperti ini sebetulnya lebih enak bawa guide beneran, jadi setidaknya ada yang bisa jelasin seluk beluk atau detail dari tempat-tempat ikonik yang kita datangi. Apalagi menurut saya India kurang ramah turis, jadi tidak ada brosur atau informasi yang bisa kita peroleh di tempat-tempat ini.

Jadi lah kita hanya numpang swafoto di Hawa Mahal. Sebetulnya kita bisa masuk ke istana ini, tapi karena masih terlalu pagi jadi belum buka. Lokasinya di pinggir jalan dan lumayan rieweh karena banyak wisatawan yang suka nyebrang seenaknya (termasuk saya) dan bikin macet. Berisik banget pokoknya khas India banget lah.

Kami tak lama di sana dan langsung melaju ke Amber Fort yang lokasi nya lumayan jauh, sekitar 8 km dari pusat kota.


Amber Palace and Fort

Rasanya seperti masuk ke dunia yang berbeda. Kalau kemarin kita ada di pegunungan salju, sekarang kita ada sudah di gurun. Untung masih awal Maret jadi suhu nya masih sejuk.



Sebelum tiba dari kejauhan sudah nampak Amber Fort dengan latar depan danau kecil.  Tampak megah dan anggun.


Kami mampir jajan dulu di warung, kemudian dihampiri beberapa mas-mas yang menawarkan Jeep untuk mengantar kami ke atas. Kata mereka sih jauh banget dan banyak anak tangga. Segitu jauh nya kah? Saya bertanya dalam hati. Tapi kami tolak karena kami lebih memilih untuk jalan kaki saja. Masih pagi gini, anggap saja sambil olah raga. 




Selain jalur pejalan kaki, ada jalur untuk gajah dan mobil Jeep. The elephant is for the rich, the Jeep is for the lazybones, and here we are the poor walk on foot. Begitu kata Bre, yang katanya kepengin naik gajah tapi saya omelin karena saya sendiri sedih ngeliat mereka disabet-sabet, udah gitu mukanya juga diwarna-warnain. 



Jalan kaki malah lebih asik karena kita bisa dapat banyak sudut benteng yang menarik. Sesekali kita akan menyebrang jalur gajah dan berpapasan dengan gajah serta eek nya yang segede kelapa bertumpuk-tumpuk di jalan. 



Setelah melewati beberapa anak tangga dan tanjakan, kita sampai di pelataran Amber Palace. Dekat banget sumpah, cuma 10 menit jalan kaki itu pun sudah sama selfi-selfi. Kalau tadi di jalur pejalan kaki sepi-sepi aja, ternyata di pelataran istana sudah ramai banyak orang. 



Tiba-tiba ada suara gendang terdengar, saya pun tanpa sadar jadi ikutan si mbak nya bergoyang. 


Kami langsung naik ke atas melalui tangga ini untuk menuju Amber Palace. Ternyata sampai di atas kita dimintai tiket, yang harus kita beli di samping pelataran istana. Pas ke konter tiket ternyata harga tiketnya cukup mahal sehingga membuat kita urung. Jadi kita main-main ke teras samping dan eksplor sudut-sudut pelataran istana.

Eh di belakang benteng ada yang lagi foto prewed

Selesai dari Amber Fort kami jalan lagi menuju Nahargah Fort yang letaknya lebih tinggi.


Nahargah Fort

Jalan menuju Nahargah Fort sangat menanjak sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama karena kita naik Tuktuk. Beberapa kali kami diklakson oleh mobil di belakang, terus minggir. Hari semakin siang dan matahari semakin terik. Cukup sepi benteng ini oleh turis, karena rata-rata mereka datang berkunjung menjelang matahari tenggelam. 



Untuk masuk ke benteng ini kita dimintai tiket masuk sebesar 200 rupee. Area benteng dan istana ini lumayan luas, rasanya sejam tidak cukup untuk mengeksplor seluruh area sini. Kami pun hanya mengeksplor bagian benteng nya saja. Di dalam Nahargah Fort terdapat beberapa wahana wisata lain yang juga dimintai biaya tiket lagi seperti Wax Museum dan Sheesh Mahal atau Istana kaca. 

Pusat Kota Jaipur dari atas bukit. 
Berhubung sudah tengah hari, kami langsung mencari restoran yang ada di dalam area benteng ini. Nama restorannya Padao. Kenapa saya langsung mencari restoran ini? Jadi selain karena memang beneran lapar, saya pernah membaca kalau ada salah satu spot yang cukup nge-hits atau yang kalau bahasa gaulnya dibilang instagrammable (nggak tau kenapa aku nggak suka kata ini setiap ada yang nyebut) di benteng ini. Nah kalau mau ke spot itu kita musti makan di Pada. Setelah berjalan lumayan agak jauh, akhirnya kami sampai dan jeng-jeng... Ternyata kita dimintai lagi biaya masuk sebesar 200 rupee. Haduh, selera makan ku kok jadi hilang ya? Saya lebih ikhlas kalau makan di sini sekalian saja mahal, dibanding harus makan yang harganya standar tapi dimintai biaya tiket lagi. Kita kan mau makan, bukan mau foto-foto. Nggak jadi deh makan siang disitu -__-. 

Coba jalan aja ke belakang restoran, nanti nemu spot ini
Setelah numpang pipis di kamar mandi yang jendela nya langsung madep lanskap kota, kita langsung berencana untuk kembali ke kota. Oiya saat keluar dari kamar mandi kami ketemu saudara sebangsa, seorang ibu-ibu berbaju dan berjilbab oren yang katanya baru balik dari Kashmir. Ngobrol dikit-dikitlah terus si ibu pamit. Lalu pas saya mau bayar toilet, eh katanya kurang. Ternyata si ibu-ibu tadi belum bayar, dikiranya teman kita. Euuurgh~


Jaj Mahal

Masih satu jalan ke arah pusat kota, kita akan melewati istana yang ada berdiri di tengah danau. Saya kira awalnya kita bisa menyebrang menggunakan sampan tapi ternyata setelah saya mampir, saya tidak melihat satu pun sampan yang bersandar. Di pelataran pinggir danau, banyak pedagang menggelar lapak jualan untuk para turis meskipun saya lihat hanya ada beberapa wisatawan yang sedang berswafoto. Mungkin akan ramai pada sore hari, karena memang istana ini akan nampak indah saat menjelang malam, tidak seperti saat saya abadikan. Biasa saja.

___



Dari Jaj Mahal, kami ke City Palace. Kami diturunkan tepat di depan City Palace lalu Mr Abdul menginstruksikan lokasi dia akan memarkir Tuktuk nya. Sebelum masuk kami melihat banner besar yang terpampang di samping gerbang City Palace. Tiket masuknya minimal 700 rupee, tidak termasuk guide dan beberapa ruangan tertentu. Masih oke sih, tapi sayang nya kita hanya punya sisa waktu paling setengah jam. Rasanya sayang ya, itu pun kita nggak bisa masuk ke Chandra Mahal (harus bayar lagi 3000 rupee, dua kali lipat dari tiket Taj Mahal). Beberapa anak muda dari kebangsaan lain seperti nya juga tidak jadi masuk. Rasanya kayak jetlag, dari kemarin kita hedon karena apa-apa di sini murah tapi pas ke Jaipur semua tiket masuk harga nya mahal.

Pink City






Karena nggak jadi masuk ke City Palace, saya mengajak Mr Abdul untuk mampir ke Albert Museum sebelum kembali ke hotel. Lumayan agak susah ngejelasinnya, tapi pada intinya sih si bapak supir nggak mau nganter kita ke Albert Museum. Selain karena waktunya mepet, dari awal dia juga nggak nyebut nama museum ini. Yaudah deh kita ngalah, lagian udah gerimis juga. Perjalanan kembali ke hotel seru banget, kami terjebak macet! Gendang telingaku rasanya mau pecah, suara klakson semua kendaraan tidak berhenti. Debu-debu juga berterbangan karena setelah gerimis ada badai angin. Sampai hotel tepat waktu sesuai dengan perjanjian, jam 2 siang kurang sepuluh menit. Sebelum turun, kami berswafoto dengan Mr Abdul. "Are you satisfied?" Kami kasih dua jempol tapi nggak pake tip. Hehe. 



Kami langsung menuju rooftop Hostel Moustache, lumayan juga nahan laper sampai dua jam. Kami makan siang di restoran hostel, sambil menghabiskan waktu menunggu jadwal keberangkatan bus ke Agra pukul 4 sore. Kami menghanguskan tiket kereta Jaipur - Agra karena trauma. Bayangkan tiket kemarin Delhi - Jaipur seharga 200 ribu per orang selama 5 jam saja kami kewalahan, bagaimana dengan tiket Jaipur - Agra seharga 25 ribu per orang yang ditempuh selama 5 jam juga? Secara harga saja sudah beda jauh, kami nggak mau mengulangi drama naik kereta kemarin. 

Menurut saya satu hari cukup untuk mengelilingi Kota Jaipur karena saya dan Bre bukan pecinta sejarah, jadi kita nikmati saja bangunan-bangunan tua yang ada di kota ini. Lagi pula kota ini sangat berdebu, jadi sepanjang naik Tuktuk kita harus pakai masker. Bagiku, tempat yang paling berkesan di trip ini adalah Amber Fort meskipun tidak merepresentasikan warna pink Kota Jaipur. Padahal kami tidak masuk ke dalam istana nya ya. Saya terkesima saat pertama kali kami menginjakkan kaki di anak tangga benteng ini. 

Take a photo of me here please!
Memaksa Bre yang lagi menikmati kemegahan Amber Fort.
"Nikmatin dulu ih! Baru aja sampe."

No comments

Post a Comment